Sabtu, 24 September 2011

Bisnis TIK Di Indonesia Menggairahkan

Setelah sempat mati suri, situs-situs jejaring sosial Indonesia mengeliat lagi. Tengok saja sukses Fupei (Friends Unity Program Especially Indonesia) yang menjaring 30.000 anggota aktif, dan situs AkuCintaSekolah.com (ACS) yang berhasil memikat ribuan pelajar dan mahasiswa dalam waktu kurang dari setahun.

Fupei sudah meluncur sejak Mei 2004 dengan digawangi Sanny Ghaddafi, 27 tahun, web progammer lulusan Universitas Bina Nusantara dan Marlinda Yumin, 24 tahun, sebagai analis sistem.

Sepasang anak muda itu terinspirasi dengan kesuksesan Friendster di Indonesia. Mereka tertarik dengan konsep sederhana dan unik Friendster yang sukses membina hubungan antar-teman.Tak heran jika fitur-fitur yang ada di Fupei mengikuti tren pengembangan fitur Friendster. Filosofi Fupei "without friends, we're nothing" juga senapas dengan situs jejaring sosial terbesar ketiga dunia itu.

Anggota Fupei bisa berdiskusi musik, meng-upload foto dan video. Bahkan beberapa fitur terbaru di Friendster, seperti chat, dan mini flash game, juga sudah tersedia. Aplikasi toolbar sebagai akses jalan pintas pun bisa diunduh pemakai Internet Explorer, Firefox, dan browser-browser lainnya. Daftar fitur Fupei masih cukup panjang. Ada forum diskusi, komunitas, blog, dan link profil.

Tak hanya di sisi fitur, dalam penggunaan pilihan bahasa Fupei ikut tren penggunaan bahasa lokal yang dipakai Google, Yahoo!, dan Friendster. Awalnya Fupei memakai bahasa Inggris dan Indonesia, kini versi bahasa Jawa, Sunda, dan Betawi sudah mulai dikembangkan. Malah, dari sisi kualitas kedekatan dengan anggota, Fupei jauh lebih unggul daripada Friendster, MySpace, atau Facebook. Fupei punya acara andalan, yaitu kopi darat, berupa gathering, bazar, menonton film, bakti sosial, hingga buka bersama.

Kopi darat ini minimal dilakukan sebulan sekali dengan peserta rata-rata 50 orang. Bagi Sanny dan Marlinda, kopi darat selain memperat pertemanan juga menjaga loyalitas anggota. Apalagi jumlah anggota aktif Fupei termasuk paling banyak dibandingkan dengan situs komunitas lain. Apalagi jika dihitung dari jumlah pelanggan terdaftar yang mencapai 70.000-an orang.

Pertambahan anggota yang awalnya hanya 1.000 menjadi puluhan ribu juga memaksa Fupei menyewa hosting sendiri. Selama dua tahun pertama, mereka mendapat hosting gratis di MasterWeb. Alhasil setelah itu Sanny harus merogoh kocek pribadi lebih dalam untuk biaya operasional minimal Rp 4 juta per bulan. Permasalahan dana memang menjadi masalah klasik bagi pengembang di Indonesia. Pernah ada satu investor lokal yang menawar Fupei dua tahun silam. Sayang, si investor memberi penawaran yang terlalu kecil. Bahkan tak memadai untuk biaya operasional bulanan. Jadi ditolak.

Belakangan ada investor asal Amerika yang berminat membeli Fupei. Lagi-lagi mereka sepakat menolak. Alasannya, nasionalisme. Sanny ingin perputaran uang Fupei masuk ke kantong orang dan negara Indonesia. Akhirnya mereka memilih mencari dana melalui pemasangan iklan dan banner. Ternyata, banyak pihak yang tertarik memasang iklan di Fupei, misalnya Indosat, Nokia, Blitz Megaplex, serta panitia Abang-None Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara-Kepulauan Seribu.

Sanny heran, mengapa tak ada pemodal lokal yang mau mendanai Fupei. Potensi bisnisnya juga ada. Ini terlihat jumlah pelanggan Indonesia di situs-situs tersebut yang nyaris menyentuh 10 juta orang. Belum lagi dilihat dari jumlah pengakses internet di Indonesia yang tahun lalu sudah menembus angka 25 juta orang. Jika dilihat dari sisi teknologi dan fitur, Fupei jelas tak ketinggalan dari situs jejaring sosial asing.

Menurut Sanny, dari sisi kemampuan teknis, pengembang web Indonesia tak kalah kualitasnya dengan pengembang asing. Coba saja tengok situs ACN yang dibangun oleh Agus Saragih, 29 tahun, dan Kristian, 25 tahun. Konsep situs ini tak beda jauh dengan Facebook. ACN ingin menjadi wadah semua orang yang pernah dan masih sekolah di Indonesia. Baik itu siswa-siswi, alumni, senior, junior, maupun sesama guru di seluruh Indonesia.

Desain dan fitur situs yang diluncurkan tepat pada hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2007 itu tak kalah dengan kompetitor asingnya. Tampilan halaman muka bisa dipersonalisasi dengan mengedit CSS-nya. Fitur utama mereka ada empat, yaitu Teman ACS, Halamanku (bisa diisi foto, video, bertukar pesan, blog, dan buletin), Informasi Sekolah (dilengkapi dengan database yang terus di-upgrade di seluruh sekolah di Indonesia), dan Obrolan Santai.

Bukti lain soal kebolehan anak muda kelahiran Indonesia juga bisa dilihat pada Batara Eto. Pria 29 tahun yang besar di Medan ini adalah web programmer Mixi, situs jejaring sosial paling populer di Jepang. Bersama Kenji Kasahara, Batara mendirikan Mixi sejak Februari 2004. Batara menjadi chief technology officer (CTO) dan Kenji sebagai CEO.

Batara Eto (sebelum pindah menjadi warga Jepang setahun silam bernama Batara Kesuma) menetap di Tokyo setelah merampungkan kuliah di Jurusan Ilmu Komputer Takushoku University, Jepang. Ia mulai merancang Mixi (sebelumnya bernama E Mercury) pada Desember 2003 dengan dukungan aneka program open source seperti MySQL, Perl, LAMP, dan Apache Webserver. Ia membuat arsitektur scale-out untuk Mixi. Desain ini menggunakan banyak server biasa dan paling pas untuk situs yang perkembangannya pesat.

Salah satu kunci sukses Mixi adalah karakter komunitas. "Untuk bergabung ke Mixi harus mendapat undangan dari anggota," ujar Batara dalam sebuah seminar, dua tahun silam. Kini ada 490.000 komunitas di Mixi. Komunitas adalah tempat anggota untuk berbagi pendapat dan mengekspresikan hobi. Keberadaan komunitas ini sejalan dengan asal kata mixi, yaitu mix (berbaur) dan I (saya). Fitur komunitas menjadi ciri khas Mixi yang sanggup menarik minat jutaan orang. Keunikan lain situs berbahasa Jepang ini, setiap anggota mendapat user ID berupa nomor.

Sejak semula, Mixi sudah membuat fitur blog dan ada jendela (pane) di halaman depan yang berisi daftar blog link semua teman yang bersangkutan. Fitur ini baru diadopsi Friendster dua tahun lalu. Selain itu, Mixi juga bebas spam, jauh berbeda dari Orkut yang dipenuhi broadcast spam. Tak mengherankan jika Mixi sanggup memikat 11 juta anggota, nyaris semua orang Jepang. Angka ini jauh mengalahkan MySpace. Bahkan Yahoo! Jepang pun kalah populer dengan Mixi.

Catatan kunjungan peselancar maya di Mixi juga fantastis. Setiap bulan, jumlah halaman yang dilihat (page views) mencapai 11,75 milyar. Sebagai perbandingan, salah satu situs lokal Indonesia terpopuler, www.detik.com, "hanya" mencatat 417.000 page views per jam. Catatan ini membuat mixi terpampang di posisi 50 website paling banyak dikunjungi menurut Alexa, perusahaan pendata lalu lintas website.

Dari sisi bisnis Mixi juga sangat menguntungkan. Sejak tahun 2006, Mixi sudah terdaftar di bursa Tokyo Stock Exchange today. Nilai kapitalisasi pasarnya sekitar US$ 2 milyar. Sebanyak 80% dari total keuntungan US$ 9, 6 juta berasal dari penjualan iklan. Pendapatan total Mixi mencapai US$ 45 juta. Tentu saja, Kenji dan Batara menikmati kemewahan berlimpah dengan sukses Mixi. Kenji tercatat sebagai orang terkaya ke-37 di Jepang dengan mengantongi kekayaan US$ 740 juta. Batara yang melepas jabatan CTO sejak awak tahun ini juga diberitakan menjadi milyuner.

Semestinya, kesuksesan Batara bisa dinikmati pengembang dan progammer di Tanah Air. Namun seperti yang diungkap Sanny, permodalan dan dukungan dari warga lokal dan pemerintah masih kurang. "Makanya, banyak yang lari ke luar negeri," kata Sanny. Sementara itu, pemerintah menilai pengembangan industri TIK Indonesia dilakukan melalui konsep wirausaha. Menurut Dirjen Telematika Cahyana Ahmadjayadi, industri TIK selayaknya mengedepankan kemandirian permodalan kerja dan berorientasi pada utilitas. "Meski pemerintah juga ikut membantu dengan mendirikan pusat pengembangan peranti lunak," katanya.

Padahal, pasar TIK nasional terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari lembaga riset independen IDC mencatat jumlah software house di Indonesia akan naik menjadi 500 unit tahun ini, dengan jumlah pengembang profesional 71.600. Namun jika dilihat dari jumlah total pengembang profesional di dunia adalah 13,5 juta, maka Indonesia hanya menyumbang 0,5%. Sumbangan terbesar dari India (10,5%) dan Amerika (18,9%). Region Asia Pacific penyumbang developer terbesar di dunia (29,2%) disusul North America (21,7%).

IDC juga menyebutkan, tahun ini sektor TIK akan menumbuhkan 81.000 lapangan pekerjaan dan 1.100 perusahaan TIK baru. Pasar peranti lunak dibandingkan dengan total pasar TIK meningkat menjadi 11,4% dari hanya sekitar 6% tahun 2005. Masalahnya, apakah peluang ini bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh pengembang lokal? Atau malah diambil oleh pemain kuat dari Jepang, Korea, dan Taiwan. "Pasar sudah terlihat, jadi tinggal menunggu strategi kita untuk bertempur didalamnya," kata Romi Satria Wahono, peneliti rekayasa peranti lunak dari LIPI.

Memang, Romi melihat geliat pengembangan konten lokal TI di Indonesia terutama di beberapa sektor. Mulai bisnis di Internet, baik dari sisi menjual barang di internet ataupun menjadi publisher iklan (lewat Google Adsense, Amazon Affiliate Program, Adbrite, dan sebagainya). Lalu ada pula pertumbuhan jumlah pemakai knowledge and content sharing melalui blog. Menariknya, behavior knowledge sharing ini sudah mulai dilakukan oleh mahasiswa, dosen-dosen muda, peneliti, hingga pejabat pemerintah. Komunitas knowledge sharing seperti IlmuKomputer.Com dan bidang-bidang lain seperti kimia, metalurgi, dan sosial makin marak.

Di sisi multimedia content dan edutainment, pengembang Indonesia juga banyak unjuk gigi. Pembuat game-game lokal sudah banyak beredar. Mobile content kita marak, multimedia pendidikan juga makin heboh. Produk buatan IlmuKomputer.Com (Brainmatics) sudah masuk ke bank-bank asing, perusahaan asing, perusahaan penerbangan, perusahaan perkebunan, universitas, SMA/SMK, dan juga TV edukasi. Perusahaan lain yang juga dikenal dengan produk massalnya adalah Bamboo Media, Pesona Edukasi, Ganesa Exact, dan Elex Media Komputindo.

Idealnya, geliat positif ditindaklanjuti dengan gerakan proaktif pemerintah. Terutama untuk menjadi penghubung dengan pihak yang membutuhkan software. Perlindungan pemerintah pada pengembang dan progamer lokal serta bantuan modal usaha. "Perbaikan infrastruktur informasi dan internet dengan menurunkan harga bandwidth supaya tak lebih mahal dari negara tetangga kita," kata Romi. (Tmn/Gatra)

Sumber:
http://www.markit.co.id/newsView.php?r=detil&i=23&j=Bisnis%20TIK%20Menggairahkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar