Judul : To Kill a Mocking Bird
Penulis : Harper Lee
Penerbit : Qanita
Tanggal Terbit : April - 2006
Jumlah Halaman : 568
Jenis Cover : Softcover
Kategori : Drama
Harga : Rp. 68.000
Resensi
Kisah antara orang tua dan putra-putrinya di Alabama ini banyak mengajarkan bagaimana menjalani peran dalam posisi masing-masing. Jika selama ini, orang tua dan anak, lebih banyak yang memiliki mindset bahwa anak adalah objek dalam hubungan dalam berkeluarga, di sini kita akan dikenalkan dengan keterbukaan yang sangat dalam. Bahwa anak, sedini apa pun usia mereka, mereka juga memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi dalam keluarganya.
Adalah Atticus Finch, ayah dari seorang putra dan putri, Jeremy Finch dan Jeane Louis alias Scout, yang mendidik mereka untuk bertanggung jawab atas setiap hal yang terjadi pada mereka sendiri. Novel ini ditulis dari sisi Scout, seorang gadis berusia delapan tahun. Abangnya, Jeremy alias Jem, berusia sekitar lima tahun diatasnya dan ayahnya seorang pengacara yang membela orang berkulit hitam. Warna kulit yang saat itu masih berada di kelas bawah.
Mereka tinggal di sebuah perumahan di salah satu kota di Alabama . Scout selalu merasa bahwa ayahnya bersikap sangat adil terhadap dia dan abangnya. Mulai dari menyikapi tingkah lakunya yang kekanakkan, karena dia memang anak-anak, sampai pada hal dimana dia harus bertanggung jawab penuh atas apa yang dia lakukan. Teramsuk bagaimana ayahnya menjelaskan apa yang sedang dia lakukan dalam pembelaan terhadap seorang warga kulit hitam yang tersangkut hokum. Saat itu, Scout dan Jem dicela oleh semua anak seusia mereka, bahkan oleh para orang tua, atas tindakan Atticus membela orang kulit hitam yang dinilai nista.
Kondisi itu melibatkan benturan fisik dan psikologis bagi Jem dan Scout. Tapi ayah mereka, Atticus, dengan tenang dan cerdas menjelaskan bahwa dirinya melakukan apa yang seharusnya iya lakukan. Scout dan Jem pun tumbuh menjadi anak yang lebih cerdas dan terbuka di usianya yang masih belia. Bahkan Scout harus merasa bosan di tahun pertamanya sekolah, karena dia harus menahan diri untuk mempelajari sesuatu di sekolah. Padahal dirumah, dia sudah mahir membaca koran yang menjadi langganan Atticus.
Sebagai ayah, Atticus di dalam novel ini digambarkan sebagai seseorang yang sangat memahami dan bertanggung jawab penuh atas pertumbuhan kedua anaknya. Sampai suatu hari adik kandung Atticus, yang merupakan bibi kedua bocah itu tinggal dirumahnya untuk merawat mereka. Terjadi pertentangan antara cara Atticus membesarkan anak-anaknya dengan pandangan si bibi tentang bagaimana mengurus anak-anak.
Pertentangan Atticus dan bibi Alexandra salah satunya tergambar dari pernyataan Atticus, “Ini rumah mereka, Dik. Kitalah yang menciptakan situasi ini bagi mereka, selayaknya mereka belajar menanganginya.”
Atticus sebenarnya berusaha menutupi apa yang terjadi dengan keluarganya kepada kedua anaknya. Tapi jika pada akhirnya kedua buah hatinya itu tahu, baik sengaja atau tidak, Atticus dengan jernih akan menjelaskan apa yang terjadi. Ini yang membuat Jem dan Scout dianggap ada dan bernilai di mata Atticus. Bukankah tidak ada yang lebih bernilai dalam hidup ini selain dianggap ada oleh orang tua? Hal yang sulit ditemukan oleh banyak anak.
Sinopsis
Kehidupan Scout dan Jem Finch berubah total saat ayah mereka menjadi pembela seorang kulit hitam. Ketika Atticus membela seorang yang dianggap sampah masyarakat, kecaman pun datang dari seluruh penjuru kota . Di tengah terpaan masalah yang menimpa keluarganya, si kecil Scout belajar bahwa kehidupan tidak melulu hitam dan putih.
Dikisahkan dari sudut pandang gadis delapan tahun warga
Sumber:
http://www.bukukita.com